Penghinaan Terhadap Monarki
Narathorn Chotmankongsin, seorang pria Thailand, dijatuhi hukuman tiga tahun penjara karena menjual kalender bergambar bebek kuning. Penangkapannya terjadi pada 31 Desember 2020, setelah polisi menggerebek rumahnya dan menemukan kalender meja yang dianggap menyinggung.
Polisi menganggap kalender bebek kuning tersebut sebagai penghinaan terhadap monarki. Mereka menyatakan bahwa bebek adalah salah satu simbol protes pro-demokrasi yang dipimpin pemuda. Mereka juga mengklaim bahwa gambar bebek kuning tersebut mencemarkan nama baik Raja Maha Vajiralongkorn (Rama X).
Kalender tersebut memuat gambar bebek kartun dengan anjing, bebek yang menerbangkan pesawat VIP dengan dua bebek lain berjalan di sampingnya, dan bebek dengan kondom di kepalanya. Anjing-anjing tersebut merupakan simbol “anjing penjilat” atau orang-orang yang setia kepada keluarga kerajaan.
Hukum Lese-Majeste
Thailand memiliki aturan yang sangat ketat mengenai pembicaraan publik tentang raja. Ton Mai didakwa melanggar hukum lese-majeste, yang melarang pencemaran nama baik, penghinaan, atau ancaman terhadap raja Thailand. Hukumannya kemudian dikurangi menjadi dua tahun setelah ia mengajukan banding ke pengadilan, dengan alasan bahwa bebek tersebut adalah karakter ciptaannya sendiri dan bukan sindiran terhadap monarki.
Ton Mai hanyalah salah satu dari 1.890 pemuda yang ditangkap polisi dalam penumpasan protes yang dipimpin pemuda. Dari 228 kasus yang termasuk dalam hukum lese-majeste, sebagian besar melibatkan pemuda dan pemudi yang membuat pidato politik dan unggahan daring tentang raja.
Pemerintahan Maha Vajiralongkorn di Thailand dimulai pada tahun 2016 setelah kematian ayahnya, Bhumibol.