Penyanyi solo K-Pop, HOLLAND, mengkritik industri musik dan budaya idol di Korea Selatan. Dalam cuitannya pada 15 April, ia menyoroti masalah yang dihadapi oleh genre musik lain akibat dominasi K-Pop.
Dominasi K-Pop dan Dampaknya
HOLLAND mengungkapkan bahwa agensi dan investor terlalu fokus memproduksi idol, sementara pengiklan lebih mengutamakan idol dalam pemesanan. Hal ini berdampak pada musisi lain, seperti penyanyi R&B, jazz, dan musik elektronik, yang terpaksa menjual lagu mereka kepada artis K-Pop atau mencari pekerjaan lain untuk menghidupi diri.
“Banyak artis berakar pada R&B, jazz, dan musik elektronik yang menjual lagu mereka kepada artis K-Pop untuk mencari nafkah atau mencari pekerjaan lain untuk mendapatkan uang dan berinvestasi dalam musik mereka sendiri. Saya melakukan hal yang sama. Dan banyak artis yang menyerah membuat musik mereka sendiri,” cuit HOLLAND.
Kritik terhadap Perusahaan K-Pop
HOLLAND juga mengkritik perusahaan K-Pop yang tidak memberikan kesempatan bagi artis mereka untuk berkembang. Menurutnya, agensi hanya berfokus pada keuntungan melalui lagu dan “hubungan semu-romantis” antara idol dan penggemar.
“Jarang sekali agensi K-Pop memberikan kesempatan bagi idol untuk tumbuh sebagai artis. Semua orang hanya mengikuti tren, meniru musik populer dari luar negeri, dan hanya fokus menghasilkan uang dengan menciptakan emosi fanatik yang mirip dengan hubungan semu-romantis. Sungguh menyedihkan,” kata HOLLAND.
Meski kritik HOLLAND tidak ditujukan kepada seluruh industri, ia menyoroti masalah yang dihadapi musisi lain akibat dominasi K-Pop. Debut idol yang terlalu sering dapat berdampak negatif pada genre musik lain dan menghambat perkembangan artis yang tidak bernaung di bawah agensi K-Pop.